Standar pemenuhan gizi pemain sepakbola Indonesia belum memenuhi. Berdasarkan hasil penelitian di tiga klub sepakbola di Bantul, Kota Yogyakarta dan Pasuruan, klub-klub sepakbola belum sepenuhnya memperhatikan pemenuhan gizi para pemainnya.
Hal itu diungkapkan pakar gizi, Mirza Hapsari kepada wartawan dalam sosialisasi kegiatan Lustrum prodi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Gadjah Mada (UGM),Jumat (22/8).
“Meski didanai APBD setiap tahunnya namun kebanyakan manajemen klub belum memerhatikan pengelolaan makanan secara mandiri dan profesional," katanya.
Jumlah makanan yang diberikan kepada pemain kata dia, juga tidak sesuai dengan kebutuhan gizi pemain. Padahal seorang pemain sepakbola memerlukan status dan asupan gizi yang baik dan seimbang.
Menurut Mirza, dari penelitiannya disimpulkan bahwa belum adanya komitmen dan niat baik dari pemerintah daerah atau pihak manajemen klub untuk mengalokasikan dana secara proporsional untuk keperluan pemenuhan gizi para pemain sepakbola.
Rata-rata pemenuhan gizi yang diberikan kepada pemain sepakbola dari tiga klub yang diteliti hanya 2500-2800 kalori setiap hari atau lebih tinggi sedikit dari kebutuhan orang normal sekitar 2400 kalori setiap hari.
"Idealnya untuk ukuran atlit dan olahragawan indonesia itu sekitar 3000 sampai 3500 kalori," katanya.
Sementara itu, ketua prodi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Prof Dr Hamam Hadi menambahkan, kurangnya perhatian terhadap pemenuhan gizi bagi para olahragawan dan atlit menyebabkan merosotnya prestasi olahraga yang dicapai bangsa Indonesia. Sedang di negara maju prestasi olah raga diraih sangat cukup bagus karena adanya perhatian dalam hal masalah gizi para atlitnya.
"Tidak bisa tangkasnya para atlit saat bertanding dalam kejuaraan olah raga salah satu faktornya adalah kekurangan gizi dan tidak sedikit dari mereka juga menderita anemia," kata Hamam.
Hal itu diungkapkan pakar gizi, Mirza Hapsari kepada wartawan dalam sosialisasi kegiatan Lustrum prodi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Gadjah Mada (UGM),Jumat (22/8).
“Meski didanai APBD setiap tahunnya namun kebanyakan manajemen klub belum memerhatikan pengelolaan makanan secara mandiri dan profesional," katanya.
Jumlah makanan yang diberikan kepada pemain kata dia, juga tidak sesuai dengan kebutuhan gizi pemain. Padahal seorang pemain sepakbola memerlukan status dan asupan gizi yang baik dan seimbang.
Menurut Mirza, dari penelitiannya disimpulkan bahwa belum adanya komitmen dan niat baik dari pemerintah daerah atau pihak manajemen klub untuk mengalokasikan dana secara proporsional untuk keperluan pemenuhan gizi para pemain sepakbola.
Rata-rata pemenuhan gizi yang diberikan kepada pemain sepakbola dari tiga klub yang diteliti hanya 2500-2800 kalori setiap hari atau lebih tinggi sedikit dari kebutuhan orang normal sekitar 2400 kalori setiap hari.
"Idealnya untuk ukuran atlit dan olahragawan indonesia itu sekitar 3000 sampai 3500 kalori," katanya.
Sementara itu, ketua prodi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Prof Dr Hamam Hadi menambahkan, kurangnya perhatian terhadap pemenuhan gizi bagi para olahragawan dan atlit menyebabkan merosotnya prestasi olahraga yang dicapai bangsa Indonesia. Sedang di negara maju prestasi olah raga diraih sangat cukup bagus karena adanya perhatian dalam hal masalah gizi para atlitnya.
"Tidak bisa tangkasnya para atlit saat bertanding dalam kejuaraan olah raga salah satu faktornya adalah kekurangan gizi dan tidak sedikit dari mereka juga menderita anemia," kata Hamam.